PALU, Sararamedia.id - Lonjakan harga beras yang terjadi di Sulawesi Tengah dalam beberapa bulan terakhir menjadi perhatian serius Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, dr. Reny A. Lamadjido.
Dalam arahannya pada pertemuan di Aula Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Provinsi Sulteng, Kamis sore (7/8/2025), Wagub menegaskan bahwa persoalan inflasi tidak bisa dianggap remeh karena berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat.
``Saya tidak pernah tawar-menawar kalau soal inflasi, karena dampaknya langsung ke rakyat,`` tegasnya.
Wagub menjelaskan, sejak Mei 2025, beras menjadi penyumbang utama inflasi di Sulteng, selain komoditas lain seperti cabai, tomat, dan ikan. Ironisnya, lonjakan harga ini terjadi di tengah musim panen raya. Ia menyebut kondisi tersebut sebagai sebuah anomali, di mana daerah lumbung beras justru mengalami kelangkaan dan lonjakan harga di pasar lokal.
Penyebab utama, menurut Wagub, adalah praktik "migrasi" beras ke provinsi tetangga seperti Gorontalo dan Sulawesi Utara yang menawarkan harga lebih tinggi kepada produsen.
``Kalau tidak bisa kita tertibkan, kasihan masyarakat kita yang mau beli beras,`` tambahnya, sambil meminta agar kebutuhan lokal diprioritaskan melalui pengawasan dan pengendalian lintas sektor, termasuk forkopimda dan instansi terkait.
Ia juga menginstruksikan percepatan distribusi serta peningkatan jumlah pasar murah sebagai langkah konkret agar masyarakat tetap bisa mengakses kebutuhan pokok, khususnya beras.
``Tolong beras SPHP cepat didistribusikan,`` pintanya kepada pihak Bulog, mengacu pada program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang diharapkan mampu menstabilkan harga di pasar tradisional.
Sementara itu, perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Tengah yang hadir dalam rapat turut mengusulkan pentingnya kehadiran offtaker atau pembeli tetap yang mampu menyerap produksi lokal dengan harga bersaing. Tujuannya agar beras dari Sulteng tidak terserap habis oleh pasar luar daerah. (***)